Kementerian Pertanian (Kementan) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis asuransi pertanian untuk petani. Petani cukup membayar premi sebesar Rp 30.000/hektar dan akan mendapatkan pertanggungan sebesar Rp 6 juta/hektar apabila gagal panen.

Kendati demikian, untuk mendapatkan fasilitas asuransi pertanian tersebut, petani nantinya diwajibkan memiliki standar pengelolaan lahan yang ditetapkan, baik oleh Kementan maupun oleh perusahaan asuransi, dalam hal ini PT Jasindo (Persero).

“Tujuan nomor satu asuransi ini melindungi petani. Tapi petani harus mengikuti SOP (standard operating procedure), nggak bisa suka-suka (garap sawah),” ungkap Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sumardjo Gatot Irianto, ditemui usai acara ‘Strategi dan Kebijakan Pupuk’ di Hotel Santika, Pondok Gede, Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Penerapan SOP atau PSO (Prosedur Standar Operasional) bagi petani, kata Gatot, bertujuan agar panen bisa lebih maksimal dan memiliki standar sama karena kerugian dijamin perusahaan asuransi apabila terjadi gagal panen.

“Harus adalah (SOP). Temannya beri pupuk, petani satunya tidak, temannya kendalikan OPT (organisme pengganggu tanaman) satunya tak lakukan. Tak bisa begitu, lagi pula ini kan baik buat petaninya juga. Sekaligus menata perilaku petani dalam mengelola lahan,” terang Gatot.

Sebagai informasi, pada tahap awal, pemerintah telah mengalokasikan dana premi Rp 150 miliar yang bisa menanggung kurang lebih 1 juta hektar lahan pertanian di tahun 2015.

Premi per hektar sebesar Rp 180.000. Dibayarkan Rp 150.000 oleh pemerintah dan Rp 30.000 dibayar petani per hektarnya. Untuk pertanggungan sebesar Rp 6 juta (biaya per tanam per hektar).

Sumber :  Mag.co.id 


0 komentar:

Posting Komentar